Mari Membaca

Bagaimana Memahami Kesadaran?

(Hari Sabtu ini, Edy berkunjung ke rumah Romo. Kali ini Edy akan membahasa mengenai kesadaran bersama Romo. Baginya kesadaran adalah sesuatuyang masih merupakan misteri. Dia ingin mendapatkan pencerahan dengan membahasnya bersama Romo.)

Edy : “Izin bertanya Romo. Apakah yang dimaksud dengan kesadaran?”

Romo : “Dalam bahasa Inggris kesadaran mempunyai banyak terjemahan, yaitu awareness, conciousness, realization, awakening, cognition, sense, sentient, dan presence of mind. Jadi, kalau kita membahas kesadaran akan banyak kata-kata yang mungkin sulit untuk dijelaskan. Bahkan, bagi kita, rancu antara kesadaran, emosi atau perasaan, dan sikap atau perilaku. Ketiganya saling terhubung namun ada perbedaan. Kesadaran sifatnya relatif tetap, tidak berubah, kecuali secara sadar dirubah atau ada peristiwa tertentu yang mengubahnya. Perasaan berubah mengikuti tingkat kesadarannya. Adanya sikap atau perilaku, karena ada perasaan yang memicunya.”

Edy : “Bukankah perilaku berdasarkan pengetahuan yang kita dapatkan?”

Romo : “Seharusnya memang demikian. Namun, faktanya kita berbuat sesuatu karena adanya dorongan perasaan yang menyertainya. Misalnya, kita memilih jeruk atau apel, karena alasan senang salah satu diantara keduanya. Kita memilih hitam atau putih karena alasan senang salah satu diantara keduanya. Kita terbiasa hidup dalam dualitas. Jika benar lawannya salah. Jika putih lawannya adalah putih. Berpikir terlalu binner seperti ini membuat pikiran kita terpecah, tidak bisa fokus pada tujuan kita hidup sebenarnya.”

Edy : “Menurut Romo, tujuan manusia hidup sebenarnya itu, apa?”

Romo : “Tergantung kesadarannya.”

Edy : “Bisa dijelaskan lebih jelasnya, Romo? ”

Romo : “Mari kita memahami tentang peta kesadaran. Kesadaran ada dua, ada kesadaran tinggi, ada kesadaran rendah. Peta kesadaran adalah kesadaran yang dipetakan dengan level-level energi tertentu. Hal ini dipetakan oleh David R. Hawkins. Dimana level terendah adalah 20 ke bawah, dan tertinggi adalah 1000. Yang pertama malu level 20, rasa bersalah level 30, apatis level 50, duka level 75, ketakutan level 100, hasrat level 125, marah level 150, bangga diri level 175, keberanian level 200, kenetralan level 200, kemauan level 310, menerima level 350, berpikir level 400, cinta level 500, suka cita level 540, damai level 600, dan pencerahan level 700-1.000. Perlu kamu ketahui bahwa setiap kesadaran memuat emosi tertentu yang memengaruhi perilaku. Mulai dari kesadaran malu memuat emosi merasa tak berharga sehingga dia bersikap menolak segala sesuatu, rasa bersalah memuat emosi menyalahkan sehingga dia bersikap menghancurkan sesuatu, apatis memuat emosi putus asa sehingga dia bersikap menyerah, duka memuat emosi menyesal sehingga dia bersikap sangat tidak bahagia, takut membuat emosi kwatir sehingga dia bersikap menarik diri, marah memuat emosi benci sehingga dia bersikap agresif, bangga memuat emosi menghina sehingga dia bersikap sombong, berani memuat emosi penegasan sehingga bersikap memberdayakan diri, netralitas memuat emosi yakin sehingga bersikap terbebas dari keterikatan, kemauan  memuat emosi optimis sehingga bersikap memiliki tujuan yang jelas, menerima memuat emosi memaafkan sehingga sikapnya tidak terpengaruh keadaan, berpikir memuat emosi memahami sehingga bersikap selalu berpikir mendalam, cinta memuat emosi rasa hormat mendalam sehingga dia mampu mengungkapkan sesuatu yang berharga yang sebelumnya tersembunyi, suka cita memuat emosi tenang dan hening sehingga dia mengalami perubahan kesadaran, damai memuat emosi kebahagiaan luar biasa sehingga dia berproses dalam mencapai pencerahan, pencerahan memuat emosi tak terlukiskan sehingga saat ini dia mencapai kesadaran murni.”

Edy : “Kenapa manusia ada yang memiliki kesadaran rendah dan ada yang memiliki kesadaran tinggi?”

Romo : “Semua manusia memiliki beban trauma masing-masing dalam kehidupannya. Trauma tersebut sebenarnya memiliki tujuan baik bagi orang yang mengalaminya. Tujuannya adalah agar tidak terulang lagi hal yang sama. Namun, bila hal ini berlangsung terus menerus dan pemiliknya tidak bisa melepaskan traumanya, maka berakibat kurang baik bagi tubuh. Trauma akan tersumbat di bagian tubuh seseorang, menimbulkan sakit.”

Edy : “Trauma bukankah hanya sebuah pengalaman buruk. Kenapa bisa menimbulkan sakit?”

Romo : “Selama ini kita berpendapat bahwa yang memiliki kecerdasan adalah otak. Namun, sebenarnya bagian tubuh yang lain juga mempunyai kecerdasan berdasarkan fungsinya. Bagian tubuh yang lain bisa merekam trauma. Misalnya orang yang resah dalam menjalani hidupnya, akan mengalami keluhan di pinggang dan perut. Dan orang yang merasa beban hidupnya terlalu berat akan mengalami keluhan  di bahu. Mekanismenya demikian, bagian tubuh yang merekam trauma, akan merespon terus-menerus apabila ada pemicu trauma tersebut muncul. Misalnya pemicu trauma adalah merasa hidup terasa terlalu berat, saat dia menghadapi tantangan yang menurutnya terlalu berat, maka keluhan akan muncul di bagian bahu.”

Edy : “Bagaiman cara menghilangkan trauma tersebut?”

Romo : “Dengan cara melepaskan trauma yang ada pada tubuh. Misalnya pada tangan dengan dikibas-kibaskan sampai traumanya hilang. Kemudian misalnya di bahu, bahu biarkan bergerak sampai trauma di bahu tersebut hilang. Demikian juga, misalnya trauma tersebut menyebabkan hambatan di sekitar pinggang dan perut, maka gerak-gerakkan sampai traumanya hilang. Lakukan sehari dua kali, pagi dan sore. Hal ini memang tidak mudah, tapi jika dilakukan secara teratur maka trauma akan lepas dan terjadilah kesembuhan”

Edy : “Izin bertanya , Romo. Bagaimana kehidupan saat berada pada setiap kesadaran tersebut?”

Romo : “Pada kesadaran rendah sifatnya adalah memaksakan kehendak, pada kesadaran tinggi sifatnya adalah menggerakkan atau menginspirasi. Pada kesadaran rendah menghabiskan energi, pada kesadaran tinggi mengelola atau memperbarui energi. Pada kesadaran rendah, seseorang akan melihat keluar diri, pada kesadaran tinggi, seseorang akan melihat ke dalam diri. Pada kesadaran rendah, seseorang akan menciptakan konflik, entah itu konflik diri, konflik masyarakat, atau pun konflik lingkungan. Pada kesadaran tinggi, seseorang akan menciptakan suatau lingkungan pemberdayaan diri, baik diri sendiri, masyarakat, maupun lingkungan, sampai dia mencapai kesejahteraan. Misalnya pada kesadaran malu, maka dia memaksa diri untuk menolak diri sendiri dari kehidupan masyarakat, bahkan bisa sampai menghilangkan diri sendiri. Pada kesadaran rasa bersalah dia akan memaksa orang lain untuk menjadi pihak yang layak disalahkan, jadi dia menganggap dirinya korban. Pada kesadaran apatis dia akan bersikap menyerah pada keadaan sehingga dia akan perkembangan dirinya terhambat dan juga menghambat orang lain. Pada kesadaran duka dia akan bersikap tidak bahagia, sehingga kehidupannya penuh dengan isak tangis. Pada kesadaran takut, dia kan bersikap menarik diri sendiri, sehingga dia mengucilkan diri sendiri dari masyarakat. Pada kesadaran marah dia kan bersikap agresif kasar kepada orang lain dan lingkungannya. Pada kesadaran bangga diri, dia akan bersikap menghina orang lain, menganggap orang lain lebih rendah, dan keras hatinya. Pada kesadaran berani di sini mulai ada perubahan, dimana seseorang mulai pada titik pengembangan dirinya. Dengan tegas dia akan mulai berpindah dari melihat dunia luar, dirinya menjadi korban, beralih melihat ke dalam, dan mengambil tanggung jawab untuk mencapai kesejahteraan. Pada kesadaran netralitas, dia akan terbebas dari keterikatan, dia tidak lagi berpikir dualisme. Tidak lagi berpikir binner yang menjadikan banyak konflik di sekitarnya. Pada kesadaran kemauan, dia sudah memiliki tujuan yang jelas dalam menjalani kehidupannya. Tidak terpengaruh oleh orang lain mengenai tujuan kehidupannya. Pada kesadaran berpikir, seseorang  yang akan selalu berpikir mendalam sehingga akan mencapai puncak pengetahuan yang mengangkat derajat kehidupan. Pada kesadaran cinta, seseorang akan menaruh rasa hormat mendalam, sehingga dia mampu mengungkapkan apa yang sebelumnya tidak dapat diungkapkan. Cinta yang dimaksud di sini bukanlah cinta layaknya laki-laki kepada lawan jenis, karena pada kesadaran ini seseorang sudah lepas dari dualitas. Jadi, cinta di sini sifatnya universal. Pada kesadaran suka cita, seseorang sudah mulai mengalami perubahan kesadaran ke tingkat yang lebih tinggi. Pada kesadaran damai, seseorang akan mengalami proses pencerahan. Dan Pada kesadaran pencerahan, seseorang akan mengalami kesadaran murni yang tidak dapat terlukiskan.”

Edy : “Mana yang lebih baik, kesadaran rendah ataukah kesadaran yang tinggi?”

Romo : “Kesadaran sudah tidak dipandang secara dualitas, namun sebuah alur, layaknya seperti perjalanan ruang dan waktu. Saat kita naik tingkat kesadaran kita, maka naik pulalah kesejahteraan kita.”

Edy : “Bagaimana pendapat Romo, jika ada orang yang menanyakan apakah cukup hanya dengan kesadaran, memangnya tidak memikirkan keperluan sehari-hari, misalnya makan?”

Romo : “Kalau kita berbicara tentang kesadaran, maka kita bicara untuk membentuk kualitas hidup yang lebih baik. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ada bidang lain yang membahasnya, misalnya ilmu ekonomi. Orang yang kesadaran rendah, dalam hidupnya selalu menuntut agar dia menerima, entah itu makanan, uang, atau pujian. Orang yang kesadaran tinggi, dalam hidupnya menawarkan kesejahteraan dan kebahagiaan. Jadi, orang yang kesadaran tinggi akan berusaha melepaskan egonya, demi membentuk ekosistem kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.”

Edy : “Saya menjadi paham, Romo. Jadi, orang yang tersembuhkan dari traumanya akan naik kesadarannya?”

Romo : “Benar, kalau terjadi secara alamiah memerlukan waktu yang lama. Namun, dengan niat belajar untuk meningkatkan kesadaran, maka proses naiknya kesadaran akan lebih cepat”

Edy : “Bila orang berada pada kesadaran tinggi, adakah kemungkinan kesadaran akan turun lagi, Romo?”

Romo : “Bisa. Setiap kesadaran akan membentuk medan penarik. Tinggal seberapa kuat seseorang untuk selalu belajar untuk berproses. Kecuali, bila sudah mencapai kesadaran cinta. Maka, dia sudah terbebas dari penderitaan, karena dia sudah mampu mengekspresikan dirinya dengan bebas.”

(Edy tertegun mendengar penjelasan Romo. Penjelasan Romo tentu penjelasan yang memerlukan pemikiran mendalam. Namun demikian, ada harapan dalam dirinya, agar mampu mencapai kesadaran diri untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Dia berharap pada waktu yang akan datang, akan mampu menjalani kehidupan dengan menjadi pribadi yang penuh kesadaran).



Menanyakan Keefektifan Law of Attraction

(Hari Sabtu ini, Edy akan berdiskusi dengan Romo. Edy ke rumah Romo dengan membaw oleh setangkeb buah pisang. Romo menyambut suka cita kedatangan Edy, meskipun Romo tahu bahwa edy sedang berada dalam sedikit masalah. Romo segera mempersilahkan Edy untuk duduk. Tak lama kemudian, Bu Siti istri Romo membawakan dua cangkir the manis.)

Edy : “Izin bertanya Romo. Apakah hukum daya tarik sifatnya pilih kasih. Soalnya saya sulit mewujudkan apa yang saya inginkan. Padahal di internet dan buku saya lihat orang lain mudah sekali dalam mewujudkan apa yang dia inginkan. Saya sudah melakukan afirmasi dan visualisasi. Tapi hasilnya tak kunjung sesuai dengan apa yang kita inginkan?”

Romo : “Apa yang sebenarnya kamu inginkan?”

Edy : “Saya ingin mobil putih, besar, harga dua ratusan juta, seperti milik kakak saya”

Romo : “Kapan kamu punya rencana untuk memilikinya?”

Edy : “Secepatnya, Romo. Lebih cepat lebih baik, saya ingin cepat punya mobil”

Romo : “Cepat itu kapan, sebutkan waktunya?”

Edy : “Bisa besok, misalnya, tau lusa, minggu depan, paling lambat bulan depan ”

Romo : “Bersyukurlah ada jeda waktu. Sehingga kamu dapat mengoreksi keinginanmu. Kalau yang kamu inginkan seketika terwujud, maka kamu akan kesulitan. Misalnya kamu punya mobil saat ini, apakah kamu sudah punya tempat parkirnya, apa kamu sudah mempersiapkan biaya perawatannya”

Edy : “Belum Romo, untuk apa saya mempersiapkannya, kan saya sudah menvisualisasikannya?”

Romo : “Memanfaatkan hukum daya tarik, diibaratkan kita merawat biji bibit yang kita tanam. Setelah ditanam harus kita beri air, pupuk, dan pencahayaan yang baik. Hal ini kita harus lakukan setiap hari secara konsisten. Kalau tidak konsisten, kau tahu apa jadinya. Bisa-bisa tanaman menjadi layu dan mati. Demikian juga keinginan. Jika ingin terwujud, maka harus berbuat tentang apa yang harus dilakukan agar keinginan itu terwujud karena mu. Misalnya kamu ingin mobil, setiap hari kamu harus melakukan hal-hal yang bisa membuat mobil itu terwujud.”

Edy : “Apa saja yang perlu dilakukan, Romo?”

Romo : “Kita perlu mengoreksi setiap pikiran yang melintas di dalam diri kita. Seperti halnya visualisasi, karena tidak ada papan tulis di semesta ini, misalnya kita punya mobil, maka kita harus mengulangi kegiatan visualisasi ini secara berulang-ulang. Sampai visualisasi masuk ke alam bawah sadar. Kita tahu alam bawah sadar sifatnya menggerakan atau menginspirasi. Dengan kata lain kita berbuat atas dasar memori yang ada dalam pikiran bawah sadar. Tanda-tanda visualisasi itu sudah masuk ke alam bawah sadar adalah kita benar-benar keinginan kita benar-benar terwujud, sehingga kita berperilaku seperti halnya keinginan itu sudah terwujud. Kalau kita sudah yakin bahwa keinginan kita sudah terwujud, dan berbuat seolah itu terwujdu, maka jalan akan terbuka.”

Edy : “Jadi, saya tidak boleh mempertanyakan dan mengeluhkan, kenapa hal itu belum terwujud begitu, Romo?”

Romo : “Mempertanyakan dan mengeluhkan adalah tanda berkurangnya keyakinan dalam diri. Bersyukurlah ada jeda waktu, sehingga yang kau keluhkan belum terjadi. Jadi kau bisa mengoreksi yang ada di pikiranmu. Bayangkan, kita tiba-tiba memikirkan Dinosaurus, tiba-tiba Dinosaurus itu hadir di depanmu. Tentunya kamu akan ketakutan. Bayangkan kamu memikirkan mobil antik yang telah rusak, tiba-tiba mobil tersebut ada depanmu, maka kau akan mengalami kesulitan pula”

Edy : “Terima kasih, Romo. Atas penjelasannya. Kemudian, bagaiman cara saya menjaga keyakinan kita agar tidak berubah-ubah?”

Romo : “Dalam sehari kita memikirkan lebih dari 60.000 pikiran. Kita tidak mungkin mengoreksi satu per satu pikiran itu. Kalau hal itu kita lakukan, maka bisa membuat kita gila. Maka, dari itu kita mempunyai mekanisme, yaitu panduan perasaan. Perasaan menunjukkan hal dominan yang kita pikirkan. Dengan memperhatikan apa yang dominan kita pikirkan, kita bisa mengetahui mana yang sesuai dengan diri kita atau tidak. Misalnya, menginginkan sebuah mobil, namun kita selalu mengeluh, marah, kecewa, atau berkata-kita tidak sesuai dengan keinginan kita, itu tanda bahwa pikiran kita tidak selaras dengan keinginan kita. Ini saatnya untuk mengubah perasaan menjadi selaras dengan keinginan kita ”

Edy : “Bagaimana cara mengubah perasaan, saat kita marah, atau kecewa?”

Romo : “Terkadang kita menjalani kehidupan bukan atas dasar pengetahuan yang kita pelajari, namun trauma akibat peristiwa yang kita alami. Maka, kita harus melepaskan perasaan akibat trauma yang kita alami. Cara melepaskan trauma ini adalah dengan meditasi, manajemen stres, berdoa, atau meminta tolong kepada orang yang kompeten dan masih banyak lagi. Saya tidak menganjurkan untuk curhat, karena pada kebanyakan kasus, curhat tidak menyelesaikan masalah, namun malah menambah masalah. Saat kau merasakan perasaan yang tidak baik, cobalah melakukan hal-hal yang membuat perasaan baik, misalnya memikirkan orang yang kita sayangi, menyanyi, berjalan-jalan,dan sebagainya”

Edy : “Baik, Romo. Terima kasih penjelasannya. Jadi, kesimpulannya, saya harus melepaskan trauma yang ada pada diri saya. Agar perasaan saya menjadi lebih positif, sehingga selarasa dengan keinginan saya. Kalau boleh tahu, apa saja perasaan positif dan apa saja perasaan negatif.”

Romo : “Perasaan negatif diantaranya merasa tak berharga, menyalahkan, putus asa, menyesal, kwatir, benci, dan menghina, sedangkan perasaan positif diantaranya penegasan, yakin, optimis, memaafkan, memahami, berpikir mendalam, rasa hormat mendalam, tenang dan hening, kebahagiaan luar biasa, dan tak terlukiskan.”

Edy : “Kalau ada emosi tersebut, apa akibatnya, bila perasaan negati bagaimana, bila perasaan negatif bagaimana?

Romo : “Perasaan memengaruhi perilaku, merasa tak berharga membuat bersikap menolak segala sesuatu, menyalahkan membuat bersikap menghancurkan sesuatu, putus asa membuat bersikap menyerah, menyesal membuat bersikap sangat tidak bahagia, kwatir membuat bersikap menarik diri, benci membuat bersikap agresif, menghina membuat bersikap sombong, penegasan membuat bersikap memberdayakan diri, yakin membuat bersikap terbebas dari keterikatan, optimis membuat bersikap memiliki tujuan yang jelas, memaafkan membuat sikapnya tidak terpengaruh keadaan, memahami membuat bersikap selalu berpikir mendalam, rasa hormat mendalam membuat dia mampu mengungkapkan sesuatu yang berharga yang sebelumnya tersembunyi, tenang dan hening membuat dia mengalami perubahan kesadaran, kebahagiaan luar biasa membuat dia berproses dalam mencapai pencerahan, tak terlukiskan membuat dia mencapai kesadaran murni.”

Edy : “Baik, Romo.Ternyata saya masih perlu banyak belajar. Saya harus melepaskan trauma-trauma dalam diri saya, juga harus memperbaiki diri agar perasaan saya menjadi lebih baik dan selaras dengan keinginan saya.” (Mata Edy berkaca-kaca karena terharu oleh penjelasan Romo yang jelas dan gamblang, membuat hatinya merasa lega).



Memahami Hukum Daya Tarik - Law of Attraction agar Semua Keinginan Terwujud

(Hari Sabtu ini, Edy mengunjungi rumah Romo. Edy ke rumah Romo pukul satu siang. Seperti biasa Romo mengenakan baju surjan, dan blangkon yang dengan warna senada. Dua gelas es durian sudah tersedia di meja. Kali ini dia akan bertanya tentang hal yang membuat dia bertanya-tanya)

Edy : “Izin bertanya Romo. Apa itu hokum daya tarik atau law of attraction?”

Romo : “Menurutmu apa hukum daya tarik itu? Dan untuk apa kamu menanyakannya?”

Edy : “Hukum daya tarik adalah hukum yang membuat kita mampu untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, entah itu benda-benda materi seperti mobil, motor, emas, atau karie yang bagus, kesehatan, dan hubungan sosial yang bagus.”

Romo : “Kalau begitu, apa yang sebenarnya kamu inginkan?”

Edy : “ya sukses lah”

Romo : “Sekarang apa kamu merasa hidupmu belum sukses?”

Edy : “Belum, Romo, saya masih banyak masalah. Saya kurang sehat, karier saya mandheg, keuangan saya kacau, dan hubungan sosial saya bermasalah, ”

Romo : “Orang-orang yang membicarakan hukum daya tarik atau dalam bahasa Inggrisnya law of attraction, semakin mereka membicarakan hukum daya tarik, mereka terlihat semakin tidak memahami hukum daya tarik. Awalnya mereka semangat membicarakan hukum itu. Mereka membayangkan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kemudian, lama kelamaan mereka tidak mendapatkan apa yang menurut mereka, mereka inginkan. Mereka diibaratkan bermain judi. Untung-untungan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Akhirnya, mereka stres, depresi, akhirnya menganggap hukum daya tarik tidak bekerja”

Edy : “Benar, Romo, itulah kenyataannya, oleh karena itu, saya bertanya, mohon petunjuk.”

Romo : “Banyak yang tidak mengetahui bahwa hukum daya tarik adalah hukum turunan dari hukum yang menjadi hukum dasar bagi semesta ini. Hukum tersebut dinamakan hukum getaran atau disebut dengan law of vibration. Hukum getaran hukum yang menyatakan bahwa setiap benda di dunia ini bergetar dengan frekuensi tertentu. Mulai dari level sub atomik, kita adalah benda yang bergetar. Bahkan tubuh kita yang terlihat solid ini, sebenarnya bila dilihat di mikroskop adalah benda yang bergetar. Orang sering sudah merasa melakukan visualisasi, membayangkan apa yang mereka inginkan. Namun, getaran dalam diri mereka berbeda. Hal ini karena mereka merasa tidak memilikinya. Padahal seperti mobil, motor, dan rumah itu berada di luar kendali mereka. Dalam artian mereka saat itu tidak memiliki kuasa atas hal tersebut. Jadi, mereka menvisualisasikan, kemudian menolaknya kemudian. Akhirnya, apa yang terjadi? Mereka tidak akan pernah memilikinya.”

Edy termenung memikirkan Romo, terlihat dari raut wajahnya berpikir keras tentang pernyataan Romo. Di mimiknya terlihat antara penolakan terhadap perkataan Romo, namun juga tidak bisa menyalahkan, karena yang dikatakan Romo adalah benar.

Romo : “Menggunakan hukum daya tarik tanpa memahami kinerja hukum getaran adalah sesuatu yang menyulitkan. Seharusnya orang harus berfokus dalam getaran dalam dirinya. Bukan di luar dirinya. Getaran dalam diri kita menunjukkan keinginan kita sebenarnya. Misalnya kita ingin sukses dengan mendapatkan mobil, saat kita memeriksa pada perasaan kita, terasa perasaan yang tidak enak. Hal itu menunjukkan bahwa mobil bukanlah hal yang sebenarnya kita inginkan. Namun, bila kita menginginkan kenyamanan, kemudian saat memeriksa perasaan, perasaan kita terasa baik-baik saja, maka itu adalah keinginan kita sebenarnya. Hukum daya menyatakan bahwa rumus sederhana dari perwujudan yang kita inginkan adalah pikiran menjadi kenyataan. Oleh karena itu sangat penting dalam mengukuhkan apa yang diinginkan dalam pikiran. Dan bila keinginan sudah dikukuhkan dalam pikiran, maka kita bisa mulai berusaha mewujudkan dengan cara visualisasi.”

Edy : “Apa yang dimaksud dengan visualisasi, Romo?

Romo : “Visualisasi adalah salah satu usaha seseorang dalam rangka menggunakan hukum daya tarik untuk mewujudkan yang dia inginkan. Visualisasi sesuai dengan namanya adalah menggunakan indra visual untuk membayangkan apa yang benar-benar kita inginkan. Namun, dalam praktiknya visualisasi tidak hanya menggunakan indra penglihatan. Namun, menggunakan seluruh indra kita, termasuk di dalamnya perasaan yang bekerja. Misalnya kita menginginkan mobil, kita mulai membuat visualisasi dengan seolah-olah duduk berada di dalamnya, melihat setir, speedometer, warna interior mobil, warna eksterior mobil, bentuk kacanya bagaimana,  juga asesoris dalam mobil, menghirup bau parfum dalam mobil, merasakan empuknya kursi mobil, membayangkan kaki kiri menginjak dna mendorong kopling, kaki kanan menginjak dan mendorong rem, memasukkan kunci mobil ke tempatnya, menghidupkan mobil, kemudian dengan jelas merasakan halusnya getaran mobil, kemudian mendengar suara mesin dengan jelas, kemudian dengan pelan melepas kopling, memasukkan gigi satu, kaki kanan melepas rem pelan-pelan, kemudian kaki kanan menginjakkan kaki ke gas, kaki kanan menginjak dan mendorong gas pelan-pelan, dan melepaskan gas pelan-pelan. Kemudian membayangkan dan merasakan mobil perlahan-perlahan berjalan seiring kopling dilepaskan. Setelah mobil berjalan maka kaki kiri perlahan menginjak dan mendorong kopling, sementara kaki kanan melepaskan gas, kemudian masuk gigi dua. Kemudian, kaki kiri perlahan-lahan perlahan-lahan melepaskan kopling, sembari kaki kanan menginjak dan mendorong gas. Kemudian, mobil berjalan dengan lebih nyaman. Demikian seterusnya sampai mencapai gigi tiga atau empat. Bayangkan menjalankan mobil jalan depan rumah, jalan satu lingkungan, kemudian jalan yang luas dan besar.  Nikmati perjalanan mengendarai mobil dalam visualisasi ini dengan membayangkan seolah-olah hal itu benar-benar terjadi.”

Edy : “Kenapa harus seolah-olah nyata, Romo. Bukankah hal itu berarti membohongi diri sendiri?”

Romo : “Kita adalah makhluk tiga dimensi yang dipengaruhi oleh ruang yaitu depan, belakang, kiri, kanan, atas, dan bawah. Kita mengukur diri kita dengan satuan panjang, lebar, dan tinggi. Di dunia kita ada hukum yang berlaku sangat ketat, yaitu sebab akibat. Hukum daya tarik adalah hukum yang pada dasarnya seperti halnya hukum vibrasi bisa melampaui dimensi ke tiga, juga berlaku pada dimensi-dimensi di atas, termasuk dimensi ke empat. Dimensi-dimensi yang berada di atas memengaruhi bawahnya. Dimana dimensi ke empat, memengaruhi dimensi ke tiga, dimensi ke tiga memengaruhi dimensi ke dua, dimana di dimensi itu ada dimensi berupa bidang datar, dimensi ke dua memengaruhi dimensi pertama, dimana pada dimensi pertama ada titik dan garis. Pada dimensi ke empat, waktu bersifat relatif, tidak dibedakan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Jadi, waktu dianggap sama. Pikiran sadar kita dalam kondisi sadar hanya menjangkau dimensi ke tiga. Namun, pikiran bawah sadar mampu menjangkau dimensi-dimensi di atasnya. Tujuan kita melakukan visualisasi adalah agar gambaran-gambaran tersebut masuk ke alam bawah sadar kita. Dan menggerakkan diri kita untuk mencapai sesuai dengan yang kita visualisasikan ”

Edy : “Apa hubungan antar dimensi dengan hukum daya tarik, Romo?”

Romo : “Dimensi ke tiga yang kita sadari sifatnya memaksakan, kita tahu gunung meletus, banjir, tanah longsor adalah mekanisme alami untuk menjaga alam tetap harmonis. Sementara, dimensi ke empat sifatnya menggerakkan atau menginspirasi. Dengan memanfaatkan hukum daya tarik yang menjangkau dimensi ke empat, kita bisa terinspirasi atau tergerakkan untuk mewujudkan apa yang kita inginkan. Misalnya, kamu menginginkan sebuah mobil, maka jika ada kesempatan masuk ke show room mobil atau dealer, masuklah meskipun hanya melihat-lihat. Jangan perhatikan keadaanmu yang belum punya uang, atau banyak hutang, tetapi perhatikan peluang yang memungkinkan untuk bisa mendapatkan mobil itu. Bisa saja, di dalam mobil ada potongan harga, atau ada mobil yang sesuai dengan kondisi keuanganmu. Hal ini berlaku juga untuk melunasi hutang. Bayangkan hutang sudah lunas. Bayangkan kebahagiaan saat hutang-hutangmu sudah lunas. Bayangkan hal-hal itu seolah-olah benar-benar terjadi. Bayangkan saat-saat itu sebagai saat istimewa sebagai salah prestasimu yang luar biasa. ”

Edy : “Bisa diartikan, berarti semakin cepat kita berbuat, maka semakin besar keberhasilan menggunakan hukum daya tarik?”

Romo : “Benar sekali, hukum daya tarik menyukai kecepatan, maka jika ada kesempatan melakukan suau yang perlu dilakukan untuk mewujudkan apa yang kita inginkan, lakukanlah. Jangan-jangan menunda-nunda, karena menunda adalah awal dari lambatnya perwujudan apa yang kita inginkan .”

Edy : “Bagaimana penjelasan visualisasi bisa mewujudkan apa yang kita ingin. Karena, menurut yang saya terima, visualisasi hanya proses membayangkan semata?”

Romo : “Sebenarnya proses perwujudan melalui tiga tahap, yaitu ingin, yakin, dan menerima. Visualisasi adalah langkah pertama yaitu menginginka. Menginginkan tersebut bisa berupa mobil, rumah atau apapun yang kita inginkan. Namun perlu diingat hal itu masih dalam langkah pertama. Masih ada langkah berikutnya, yaitu yakin. Dalam proses yakin ini, merupakan proses mengasyikkan tersendiri. Dimana kita akan berlatih mempercayai apa yang kita inginkan, perlahan-lahan menjadi nyata. Bila kita menginginkan kemudian percaya, langkah-langkah akan terbuka. Namun, sebaliknya bila kita ragu atau pelan-pelan tidak percaya keinginan kita bisa terwujud, maka semua keinginan akan batal terwujud.”

Edy : “Bagaimana caranya agar kita yakin, Romo. Fakta yang ada di depan mata dengan keinginan, kesenjangannya terlampau jauh?”

Romo : “Bisa diibaratkan seseorang yang ingin sampai di punvak gunung Lawu, namun dia masih di kaki gunung. Maka, dalam proses mendaki, dia akan berjalan langkah demi langkah, seratus meter demi seratus meter. Setelah berjalan seratus meter, jalan berikutnya akan terbuka. Begitu seterusnya sampai berada di puncak. Begitulah kehidupan kita menjalani dalam tahap demi tahap. Kalau kita ingin keinginan kita terwujud, maka kita harus yakin bahwa setiap proses kehidupan, mewujudkan keinginan kita”

Edy : “Jika saya sudah yakin, Romo, berapa lamakah kita harus menunggu lama waktu menerima?

Romo : “Kita adalah makhluk tiga dimensi yang tinggal di dunia empat dimensi. Di tiga dimensi kita mengenal ruang depan, belakang, kiri, kanan, atas, dan bawah. Sementara di dimensi ke empat meliputi itu semua ditambah waktu. Di dimensi ke empat waktu tidaklah mutlak. Perbedaan antara masa depan, masa kini, dan masa lalu tidak ada lagi. Pada dimensi ke empat ruang dan waktu melengkung setelah ada masa yang melewatinya. Maka, proses terwujudnya keinginan, tinggal seberapa yakin kita. Dan keyakinan memengaruhi intensitas dari proses dari yang perwujudan yang kita inginkan.”

Edy : “Kenapa keyakinan memengaruhi intensitas proses perwujudannya, Romo?”

Romo : “Saat kita yakin, hal tersebut memengaruhi energi kita. Kemana perhatian kita tertuju, energi mengalir ke tujuan tersebut. Saat kita yakin, maka perhatian kita terfokus, kemudian kita terinspirasi atau tergerakkan untuk mewujudkan keinginan kita. Di situlah dengan keyakinan mendalam maka perlahan-lahan kita akan melihat proses untuk terwujudnya keinginan nampak. Sebaliknya, kalau kita tidak yakin, maka kita akan tergerak, kita akan mengabaikan, akibatnya proses perwujudan terhenti.”

Edy : “Jadi, hukum daya tarik, tidak menginginkan kita bervisualisasi, kemudian berpangku tangan, nggih, Romo?

Romo : “Benar sekali. Inilah kadang yang tidak dipahami seseorang. Mereka telah melakukan afirmasi dan visualisasi. Kemudian, mereka diam. Tidak mengambil tindakan saat ada peluang. Padahal tanpa mereka sadari, bahwa getaran di dalam energi mereka berbalik dengan keinginan mereka. Hasilnya keinginan gagal terwujud. Sebaliknya, jika mereka menyelaraskan diri dengan keinginan, makadengan getaran yang selaras, proses perwujudan akan berlanjut.”

Edy : “Menurut Romo, apakah banyak orang yang tidak selarasa dengan keinginannya?”

Romo : “Benar. Mereka berkata ingin sesuatu hal, namun tidak mampu menyebutkan detailnya, dengan alasan-alasan tertentu untuk menutupi ketidakmampuan mengungkapkan keinginannya. Hal ini seperti melihat bioskop dengan gambar buram. Mereka sendiri, tidak tahu apa yang sebenarnya mereka ingin.”

Edy : “Bagaimana cara mengetahui apa yang benar-benar kita inginkan, Romo?

Romo : “Kejelasan adalah kekuatan. Dengan kejelasan yang benar-benar jelas, kita mengetahui apa yang sebenarnya kita inginkan. Tentunya ini sifatnya subyektif. Tidak boleh meniru-niru orang lain. Misalnya kita menginginkan sebuah mobil, kita harus bisa menyebutkan merknya apa, warna, keluaran tahun berapa, tipe, bengkel mana bisa dibeli, bahkan dibeli dengan harga berapa. Tuliskan deng benar-benar detail.”

Edy : “Bagaimana semisal kita memperoleh yang tidak kita inginka, misalnya warna mobil yang berbeda?”

Romo : “Semesta memiliki koreksi yang jelas. Di dimensi ke tiga ini, selian hukum daya tarik, hukum sebab akibat juga sangat ketat. Namun, kabar baiknya, ada jeda waktu, diantara keinginan dan perwujudan, sehingga kalau sesuatu tidak seperti yang kita inginkan, maka kita bisa mengoreksinya.”

Edy : “Oh iya, Romo. Bagaimana penjelasan tentang proses yang ke tiga yaitu menerima tadi?

Romo : “Dalam proses menerima ini. Kita menerima apa yang kita inginkan. Jangan menolak, jangan menyanggah. Karena dengan penyanggahan berarti membatalkan terwujudnya apa yang kita inginkan. Misalnya, saat sudah mampu memiliki mobil, segeralah sediakan garasi, alat pembersih, perawatan, dan lain-lain. Hal sebagai wujud kita telah siap menerima dengan baik. 

Edy : “Baik, Romo. Terima kasih penjelasannya. Sekarang saya mau izin pamit dulu, Romo.”

Romo : “Iya, silakan. Dan ingat, jangan lupa bahagia, karena bahagia akan selalu memperbarui energimu.”

Edy : “Inggih, Romo, terima kasih.”

(Edy akhirnya pulang dengan hati lega. Kecamuk pikiran yang selama ini ada di pikirannya kini pelan-pelan pudar. Pengetahuan tentang hukum daya tarik yang dia pahami selama, telah dicerahkan oleh penjelasan Romo. Akhirnya di pulang dengan bahagia.)



Arti Kebahagiaan

(Hari sabtu ini, Edy mengunjungi rumah Romo. Kali Edy ke rumah Romo pukul tiga sore. Sore ini Romo mengenakan baju surjan lurik, dan blangkon selaras. Di rumah Romo, Edy dijamu segelas es teh manis)

Edy : “Izin bertanya Romo. Apa itu kebahagiaan?”

Romo : “Menurutmu kebahagiaan itu apa, sebelum bertanya kepadaku?”

Edy : “Bahagia itu rasa manakala kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Misalnya uang, emas, mobil, atau rumah.”

Romo : “Kalau begitu, sebelum mendapatkan itu, kamu tidak akan bahagia?”

Edy : “Menurut saya tidak, Romo.”

Romo : “(menghela nafas) Saat bayi baru lahir, dia tidak punya apa-apa. Apakah orang tuanya bahagia saat bayi itu lahir?”

Edy : “Tentu saja, Romo. Karena mereka punya anak.”

Romo : “Bayi itu tidak punya apa-apa, tapi telah membuat orang tua bahagia, berarti bayi sudah mempunyai bibit-bibit bahagia. Bukankah demikian?”

Edy : “Menurut saya tidak Romo, bayi yang baru lahir itu menangis, berarti dia tidak bahagia kan. Selanjutnya dia tersenyum kemudian tertawa, itu karena dia sudah tahu bahwa dia sudah punya orang tua.”

Romo : “Apakah bayi perlu diajari untuk berbahagia? Coba jawab ini!”

Edy : “Tidak, Romo. Tapi mereka dibuat untuk menjadi bahagia. Dengan diemong mulai dari masih jabang bayi merah, sampai menjadi balita.”

Romo : “Apakah ada kamus kata berupa bahagia yang disampaikan kepada bayi? Setahu Romo, bahagia sifatnya abstrak, subyektif bagi siapa yang mengalaminya. Bahagia itu, berada di dalam diri manusia. Manusia terdiri dari badan fisik, jiwa, hati, dan ruh. Fisik yang menghasilkan sensasi panca indra dan sensasi lainnya, jiwa yang mengelola pikiran, hati yang mengelola perasaan, dan ruh yang mengelola semangat untuk tetap hidup. Nah, kebahagiaan itu letaknya di dalam hati. Di situlah benih-benih kebahagian tertanam. Tidak hanya kebahagiaan, namun juga benih rasa hormat, keyakinan, percaya diri, dan lainnya berada. Tugas kita adalah menumbuhkannya agar selalu bertumbuh sempurna sehingga bermanfaat bagi sesama dan lingkungan sekitarnya.”

Edy : “Begini, Romo. Kalau tidak punya apa-apa, bagaimana bisa bahagia. Bukankah, kita akan mengalami kekurangan?”

Romo : “Punya ini punya itu adanya di dimensi fisik, tubuh kita kita. Sementara kebahagiaan adanya di dalam dimensi hati. Baik dimensi fisik, jiwa, dan hati harus berkembang secara optimal. Kalau yang berkembang hanya fisik saja, maka kurang baik bagi jiwa dan hatinya. Demikian juga, bila hati yang dikembangkan, maka kurang baik bagi jiwa dan fisiknya. Kita ini adalah makhluk tiga dimensi yang terikat ruang berupa depan, belakang, kiri, kanan, atas, dan bawah yang tinggal di dimensi ke empat. Dimensi ke empat adalah dimensi dimana meliputi ruang yang kita tempati ini, ditambah satu acuan tambahan yaitu waktu. Karena kita tidak menyadari adanya waktu, maka kita seringkali tidak sadar bahwa kita harus mengembangkan semua potensi kita, meliputi fisik, jiwa, dan hati. Akhirnya, perkembangannya tidak seimbang. Terjadilah pemahaman, kalau orang sudah punya segalanya dalam arti dunia fisik ini, dia sudah mencukup kebutuhan jiwa dan hati. Padahal itu keliru.”

Edy : “Apa pengaruhnya dimensi ke empat dengan kebahagiaan, Romo?”

Romo : “Kalau kita menyadari bahwa ruang dan waktu kita masing-masing berbeda, maka kita akan berhenti membandingkan. Di dimensi ke empat, waktu Nak Edy dengan Romo berbeda. Kalau di dimensi ke tiga, kita merasa semua sama, yaitu di ruang ini, bumi ini, dan langit. Di dimensi ke empat, kita berada dalam waktu yang sifatnya hanya diperuntukkan untuk diri sendiri. Ruang dan waktu ibarat SSD atau hardisk yang menjadi satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan. Karena waktu sifatnya relative, maka kita akan berhenti membandingkan satu dengan yang lain, akhirnya kita bebas mengoptimalkan potensi diri kita, salah satunya benih kebahagiaan.”

Edy : “Bisa dijelaskan, Romo. Kenapa waktu diperuntukkan untuk diri sendiri. Bukankah waktu kita semua sama?, dua puluh empat jam sehari?”

Romo : “Waktu sifatnya relative. Orang naik motor dengan kecepatan empat puluh kilometer per jam lebih lambat waktunya, daripada orang yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan lima puluh kilometer per jam. Orang yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan lima puluh kilometer per jam lebih lambat waktunya daripada orang yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan enam kilometer per jam. Begitu seterusnya, sampai kita mencapai kecepatan cahaya. Setelah mencapai kecepatan cahaya, tidak akan lagi perbedaan waktu, waktu tidak akan berarti lagi.”

Edy : “Kenapa setelah mencapai kecepatan cahaya, perbedaan waktu tidak ada lagi, Romo?

Romo : “Cahaya merambat tanpa perantara. Dulu diperkirakan bahwa cahaya merambat melalui eter, namun tidak terbukti. Cahaya merambat konstan dengan kecepatan 300.000 kilometer per detik. Ibaratkan ada dua orang naik kereta api, satunya di bagian paling depan, satunya berada di bagian paling belakang. Kemudian, ada dua petir menyambar di bagian depan dan belakangnya. Dengan ukuran kecepatan cahaya yang sama yaitu 300.000 kilometer per jam, orang yang berada di depan melihat petir yang ada di depan terlebih dahulu daripada orang yang di belakang. Demikian, orang yang di belakang akan melihat cahaya di belakang dahulu, daripada orang yang ada di depan. Dengan demikian, waktu kedua orang tersebut menjadi relative. Kalau pada saat ini, kita tidak merasakan perbedaan waktu di antara kita, itu karena kecepatan kita dibandingkan cahaya terpaut sangat jauh. Pesawat terbang tercepat memiliki kecepatan sekitar 7.000 kilometer per jam. Jika dibandingkan dengan kecepatan cahaya yang berada pada kecepatan 300.000.000 kilometer per jam, kecepatan pesawat terbang tercepat hanya 0,0023% nya.”

Edy : “Apa hubungannya kecepatan cahaya dengan waktu, Romo?”

Romo : “Semua benda bergerak di dunia ini dapat diukur dengan acuan tertentu. Acuan tersebut harus konstan tidak berubah-ubah. Nyatanya, semua benda di dunia ini tidak ada yang konstan. Gelombang merambat tidak ada yang tetap, melainkan tergantung dari media perambatannya. Sehingga, gelombang yang merambat dengan kecepatan tidak tetap, tidak dapat dijadikan acuan. Cahaya merambat dengan kecepatan konstan yaitu 300.000 kilometer per detik. Dengan perumpamaan dua orang yang naik kereta api, dimana kereta api disambar petir di bagian belakang tadi, maka cahaya yang kecepatan konstan tersebut dapat dijadikan acuan waktu.”

Edy : “Jadi, untuk menjadi bahagia kita harus mencapai kecepatan cahaya, ya, Romo?

Romo : “(mengernyitkan dahi) kalau kita mencapai kecepatan waktu, kita bukan makhluk fisik lagi. Cara menjadi bahagia adalah menyadari bahwa kita kebahagiaan adalah berada dalam diri sendiri, karena kita berada dalam dimensi ke empat. Yang mana waktu sifatnya relative. Jadi, untuk menjadi bahagia, kita terhindar dari sifat membandingkan satu dengan yang lain.

Edy : “ Jadi, kita memiliki waktu kita sendiri-sendiri?”

Romo : “Benar sekali”

Edy merenungkan penjelasan Romo. Dalam pikirannya berkecamuk, bagaimana orang bisa bahagia kalau tidak punya apa-apa. Namun, di sisi lain, dia juga paham, bahwa karena dia tinggal di dimensi ke empat, dimana ruang dan waktu menjadi satu kesatuan, maka secara teori dia dapat menjadi bahagia menurut versinya. Demikian juga dengan orang lain. 

Edy : “Romo, bagaimana cara mendapatkan apa saja, agar kita bahagia? (Edy bertanya dengan tampang wajah putus asa?

Romo : “Kita adalah makhluk tiga dimensi, terikat materi ruang, yang tinggal di dimensi ke empat yang terikat waktu. Maka, dari itu ada nilai tukar yang harus diberikan. Maka, semisal kamu ingin membeli mobil, kamu harus menabung sejumlah uang dahulu sampai nominal mencukupi untuk membeli mobil. Atau kalau kamu tidak bisa menabung, kamu bisa melakukan hal-hal yang membuatmu bisa memiliki mobil, semisal menjadi perantara jual beli mobil, dimana hasil dari jasa perantaramu, bisa kau tukar dengaan mobil.”

(Edy tertegun mendengar penjelasan Romo. Namun, dalam hatinya sudah ada gambaran, bagaimana cara untuk berbahagia. Jadi, untuk bahagia, dia harus melihat ke dalam dirinya, bukan ke luar dirinya, karena di dalam dirinya sudah ada benih-benih kebahagiaan yang tinggal dia rawat dan kembangkan)



Kunci Kesuksesan Sempurna

 Pada hari Sabtu sore aku berkunjung ke rumah Romo. Aku berangkat dari rumah pukul setengah dua siang. Aku ke sana naik sepeda motor matic hitam kesayanganku. Aku sampai di rumah Romo pukul dua kurang sepuluh menit. Rumah Romo adalah rumah yang sejuk nan asri. Rumah dengan pendopo yang luas, belakang berupa area bukit yang tinggi melandai, tidak terlalu curam, depan berupa sungai yang tidak terlalu deras alirannya, dan kan kirinya berupa kebun apukat. Aku datang ke rumah Romo dnegan tujuan sowan dan bertanya mengenai hal-hal yang ingin kuketahui. Bagiku, Romo bagaikan Socratesnya Indonesia. Dia tidak menggurui tapi membuka ruang diskusi, sehingga kami mencapai kesimpulan dari pemikiran diri kami sendiri. Sesampainya di rumah Romo aku disambut dengan hangat. Romo mempersilahkanku untuk segera duduk di kursi yang disediakan. Tidak berselang lama istri Romo, Bu Siti, datang membawakan dua cangkir kopi yang harum aromanya.

“Monggo, Nak, diminum” Romo segera mempersilahkan kepadaku.

“Inggih, Romo” Ucapku sungkan.

“Apa tujuan Nak Edy ke sini?” Tanya Romo.

Begini, Romo, izinkan saya bertanya, bagaimana cara untuk sukses yang benar?”Jawabku sembari mengajukan pertanyaan pembuka.

“Apa yang dimaksud sukses, itu? Jawab dengan rinci, ya” Tanya Romo balik.

Degg! Aku tertegun dengan ucapan Romo. Selama ini memang sukses bagiku adalah sesuatu yang abstrak. Tidak kuketahui arti sebenarnya. Yang ku tahu sukses adalah seperti dialami orang-orang yang kuanggap sukses. Misalnya orang terkaya di dunia, raja, pengusaha sukses. Untuk sukses sendiri, sebagai gambaran kondisi yang enak-enak saja, tidak ada susah.

“Menurut saya, Romo, sukses itu bila punya mobil, rumah besar, hotel, perusahaan, emas, berlian, permata, dan lain-lain. Lalu,kita tidak perlu bekerja, uang datang sendiri, tinggal duduk-duduk mengawasi orang-orang yang bekerja untuk kita. Kita memiliki pemasukan pasif yang lumayan untuk menopang kehidupan kita”  Jawabku.

“Jika menurutmu begitu, kamu tahu tidak siapa saja orang-orang sukses itu” Tanya Romo lagi.

“Menurut buku yang saya baca, sedikit Romo. Hanya 1% populasi yang kaya rasa, sisanya yang 99% di bawahnya itu” Jawabku.

“Berarti yang 99% itu belum sukses?” Tanya Romo memancing pendapatku.

Suasana menjadi hening sejenak. Aku termenung memikirkan pertanyaan Romo. Benarkah 99% orang belum sukses, benarkah 1% orang itu sudah sukses? Jika banyak orang yang belum sukses, mengapa sebanyak itu? Apakah semester tidak adil sehingga membuat hanya 1% saja orang yang sukses?

Kemudian, Romo melanjutkan pembicaraannya, “Seringkali kita terjebak pada ilusi panca indra. Dunia yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dikecap oleh lidah, dihirup oleh hidung, dan dirasakan oleh kulit dijadikan patokan standart. Terkadang kesuksesan seseorang diukur dari yang dilihat dan dipunyai. Hal ini karena orang lebih suka memiliki, daripada menjadi. Memiliki berarti memiliki kemelekatan dengan suatu benda atau hal lainnya, menjadi berarti realisasi diri dalam perannya dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan. Jika kesuksesan hanya diukur dari yang dimiliki dan dapat dilihat diraba atau dirasakan, maka tentunya yang dimaksud sukses itu sangat sempit. Mobil, motor, rumah jika dijadikan symbol kesuksesan, maka jika orang telah memiliki hal-hal tersebut, apakah dia akan merasa sudah sukses? Jawabnya belum. Bisa dipastikan orang tersebut akan berada dalam kebanggaan semu belaka, tidak akan mencapai kepuasan. Setelah mendapatkan, maka dia akan berusaha mencari yang lebih banyak lagi, dan lagi, sehingga begitu seterusnya. Orang seperti adalah orang yang gagal menerjemahkan arti kebahagiaan. Dalam pemahamannya kebahagiaan dipengaruhi sepenuhnya oleh factor luar sajanya, maka dia akan kecewa. Sukses di luar, namun hampa di dalam. 

“Tapi, Romo, bukankah sukses itu penting? Bukankah kita harus sukses?” Tanyaku penasaran.

“Jika yang kamu maksud sukses bersifat kebendaan, seperti mobil, motor, rumah dan sebagainya, maka kamu ibarat minum air laut, kamu bisa saja minum air laut yang asin, tapi tidak akan pernah cukup untuk menghilangkan hausmu, sebanyak apapun kamu minum. Demikian juga, jika sukses didasari dengan keinginan mendapatkan kebendaan, bisa saja kamu mendapatkan mobil, motor, dan rumah, namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginanmu. Berbeda hal nya dengan bila sukses didasari kebahagiaan, maka mobil, motor, rumah dan sebagainya akan menyusul dengan sendirinya. Karena benda-benda seperti itu, senang mendekat kepada orang-orang yang bahagia” Romo menjelaskan.

“Apa hubungannya kebahagiaan dengan kesuksesan, Romo? Coba jelaskan pada saya yang belum paham ini?” Tanyaku lagi.

“Orang bahagia akan memperlakukan sekitarnya sebagaimana dia ingin diperlakukan. Orang bahagia tidak akan menghakimi atau menyalahkan sesamanya. Maka, tindakannya kepada sesamanya bagaikan kasih saying seorang ibu kepada anak-anaknya. Kamu tahukan, jika seorang ibu menuntun anaknya, maka anaknya tersebut akan tumbuh dewasa. Dan ibunya pun tetap bahagia. Sama halnya, bila orang bahagia bekerja, dia akan bekerja dengan sungguh-sungguh memaksimalkan kemampuannya. Akhirnya, hasil karya kerjanya bagus. Oleh karena itu materi akan mengikuti. Dia akan mendapatkan apa yang dia butuhkan secara otomatis.” Romo menjelaskan kembali.

“Tapi, Romo, ada orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi tidak mendapatkan haknya? Bagaimana penjelasan ini, Romo?” Tanyaku lagi.

“Orang bekerja harus ada keseimbangan, antara hak dan kewajiban. Kalau orang sudah melakukan kewajiban, maka dia harus menerima haknya. Bekerja berbeda dengan berkarya. Bisa jadi dia bekerja terjebak dalam rutinitas, sehingga lupa untuk berkarya. Hak adalah sesuatu yang diterima karena dia bekerja. Namun, yang menyebabkan dia dinilai mahal adalah karyanya yang luar biasa, sehingga dia mendapat yang lebih banyak” Jawab Romo.

“Baik, saya paham Romo. Jadi, selain bekerja, kita juga harus berkarya, untuk mendapatkan nilai lebih tinggi, sehingga hasilnya lebih banyak. Kemudian, izin bertanya lagi, bagaimana cara berkarya yang baik?” Aku bertanya untuk ke sekian kalinya.

“Mari kita memahami tentang peta kesadaran. Kesadaran ada dua, ada kesadaran tinggi, ada kesadaran rendah. Peta kesadaran adalah kesadaran yang dipetakan dengan level-level energi tertentu. Dimana level terendah adalah 20 ke bawah, dan tertinggi adalah 1000. Yang pertama malu level 20, rasa bersalah level 30, apatis level 50, duka level 75, ketakutan level 100, hasrat level 125, marah level 150, bangga diri level 175, keberanian level 200, kenetralan level 200, kemauan level 310, menerima level 350, berpikir level 400, cinta level 500, suka cita level 540, damai level 600, dan pencerahan level 700-1.000. Perlu kamu ketahui bahwa setiap kesadaran memuat emosi tertentu yang memengaruhi perilaku. Mulai dari kesadaran malu memuat emosi merasa tak berharga sehingga dia bersikap menolak segala sesuatu, rasa bersalah memuat emosi menyalah sehingga dia bersikap menghancurkan sesuatu, apatis memuat emosi putus asa sehingga dia bersikap menyerah, duka memuat emosi menyesal sehingga dia bersikap sangat tidak bahagia, takut membuat emosi kwatir sehingga dia bersikap menarik diri, marah memuat emosi benci sehingga dia bersikap agresif, bangga memuat emosi menghina sehingga dia bersikap sombong, berani memuat emosi penegasan sehingga bersikap memberdayakan diri, netralitas memuat emosi yakin sehingga bersikap terbebas dari keterikatan, kemauan  memuat emosi optimis sehingga bersikap memiliki tujuan yang jelas, menerima memuat emosi memaafkan sehingga sikapnya tidak terpengaruh keadaan, berpikir memuat emosi memahami sehingga bersikap selalu berpikir mendalam, cinta memuat emosi rasa hormat mendalam sehingga dia mampu mengungkapkan sesuatu yang berharga yang sebelumnya tersembunyi, suka cita memuat emosi tenang dan hening sehingga dia mengalami perubahan kesadaran, damai memuat emosi kebahagiaan luar biasa sehingga dia berproses dalam mencapai pencerahan, pencerahan memuat emosi tak terlukiskan sehingga saat ini dia mencapai kesadaran murni. Seseorang semakin tinggi kesadaran, maka emosinya semakin baik, sehingga sikapnya semakin baik, dan akhirnya menghasilkan karya yang baik. Seperti halnya kopi ini, nak, kalau saya berikan kepada orang yang marah kepada saya, mungkin dia menolak untuk meminumnya, berbeda jika saya berikan kepada orang yang damai, maka dia akan menerima dengan bahagia. Bahkan, dia mungkin terinspirasi untuk berjualan kopi” Romo menjelaskan secara rinci.

Aku terdiam sejenak. Mendengar penjelasan Romo, aku merasa malu dengan diriku sendiri. Aku memiliki emosi yang belum stabil saat ini, seringkali aku merasa takut, kwatir, marah, dan emosi negatif lainnya, sehingga bisa dipastikan aku berada pada kesadaran rendah, jika meninjau dari penjelasan Romo tadi. Dengan perlahan aku bertanya dengan sedikit keraguan,

“Begini, apa perbedaan mendasar antara kesadaran rendah dengan kesadaran tinggi? Salah dan benar menurut saya adalah perspektif? Apakah antara keduanya ada yang salah dan benar?”

Romo menjawab, “Antara kesadaran rendah dan kesadaran tinggi ada perbedaan mendasar. Kita tidak boleh menyalahkan diantara keduanya, karena pada setiap kesadaran ada tugas masing-masing, yaitu menuntaskan emosi yang ada. Perbedaan mendasar ada pasa sifatnya. Kesadaran rendah sifatnya memaksakan kehendak. Misalnya memaksakan diri, harus begini dan begitu, orang lain harus begini dan begitu, pemerintah harus begini dan begitu, dan lain sebagainya. Sementara kesadaran tinggi sifatnya menggerakkan. Misalnya menggerakan diri sendiri, menggerakkan orang lain, dan bahkan menggerakan alam semesta”

“Baiklah Romo, saya paham. Kemudian, Romo bagaimana misalnya kita berada pada kesadaran tinggi, kemudian tinggal bersama orang yang kesadaran rendah. Kemudian,kita ingin dia berada pada kesadaran tinggi juga, tapi kemungkina  besar dia menolak, karena dia telanjur nyaman pada kesadarannya? Terus terang berpindah kesadaran, menurut saya adalah sesuatu hal yang susah. Bagaimana Romo menanggapi hal ini?” dengan resah aku mencoba bertanya kepada Romo untuk ke sekian kalinya.

“Dengarkanlah ini, penderitaan sebenarnya adalah saat kita ingin menolong orang lain, namun orang itu menyalahkan kita. Kalau kita melayani orang yang selalu menyalahkan kita, tentunya kita akan merasa lelah. Berhentilah, dan lakukan tugas yang sebenarnya. Kesadaran tinggi berusaha memahami, kesadaran rendah memaksakan untuk dirinya sendiri dipahami. Keduanya adalah kutub yang berbeda. Tugas seseorang yang berada pada kesadaran tinggi adalah menuntun orang-orang yang kesadarannya di bawahnya. Karena orang yang kesadaran tinggi, dia sudah mendapat hadiah berupa kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih baik. Mungkin uangnya lebih sedikit, namun rejekinya lebih banyak” Jawab Romo mantap.

“Terima kasih, Romo, saya paham. Kemudian bagaimana cara saya selalu berada pada kesadaran tinggi, agar saya selalu sukses” Tanyaku dengan suara sedikit rendah.

“Harus ada paradigma baru. Sukses adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan. Selama ini sukses diartikan sebuah tujuan, padahal sebenarnya sukses adalah perjalanan yang ditempuh secara terus menerus. Ibarat perjalanan, sukses adalah prosesnya, sementara mobil adalah alatnya. Mobil yang tidak dijalankan, maka proses berjalan tidak terjadi. Tujuan yang tidak dicoba diraih, maka proses sukses tidak akan terjadi. Hanya kalu tujuan sudah diraih, secepatnya buat tujuan baru, sehingga membuat diri selalu tergeraknya. Bukan melihat tujuannya tercapai, tetapi melihat prosesnya. Untuk berada pada kesadaran tinggi, kita baiknya meniru yang sudah alam tunjukkan. Bumi berputar secara konsisten pada kecepatan 1.670 km per jam, oleh karenanya kita merasa nyaman berada di atas bumi, hamper tanpa merasakan perputarannya. Waktu selalu pada kecepatan 300.000 km per detik, oleh karenanya kecepatan cahaya dijadikan acuan waktu. Makanya adalah satuan jarak waktu berupa tahun cahaya. Artinya dengan menggunakan kecepatan cahaya, akan diperoleh suatu jarak tertentu. Dari sini dapat kita ambil pelajaran bahwa sesuatu yang dilakukan secara konsisten akan menghasilkan keajaiban. Untuk berada pada kesadaran tertentu, kita harus konsisten. Mengatur diri pada ritme yang tepat atau tidak berubah-ubah. Maka, dengarkanlah ini, disiplin diperlukan untuk menjalani suatu proses tertentu. Tanpa adanya suatu disiplin, maka sebuah proses tidak mampu berjalan sesuai dengan yang diinginkan” Jawab Romo.

“Bisa saya artikan disiplin adalah modal dasar kesuksesan. Tapi Romo, bagaiman cara menjadi sukses dengan cepat. Saya sering mendengar orang berseliweran sukses cepat, kaya cepat, dan kata-kata memotivasi lainnya. Bagaimana ini?” aku menanggapi penjelasan Romo, sembari bertanya kembali.

“Modal dasar kesuksesan adalah disiplin, bukan motivasi. Disiplin adalah hal yang membuat kita tetap bergerak meskipun malas, tetap bergerak meskipun sulit, tetap bergerak meskipun kwatir, tetap bergerak meskipun takut. Sementara, motivasi adalah hal yang menjadi pendorong kita. Kalau kita tidak disiplin, maka kita tidak bergerak, kalau kita hanya didorong untuk diam atau kata sekarang adalah rebahan saja terus-terusan. Misalnya, saat ini yang populer adalah menjadi konten creator. Maka kita harus memiliki disiplin untuk menjadi membuat konten setiap hari. Kalau kita tidak punya disiplin, hasilnya kita kan lebih suka rebahan. Akhirnya kita berhenti menjadi konten kreator” Jawab Romo.

“Baik Romo, saya paham. Kemudian, bagaimana caranya menjadi disiplin?” Tanya dengan nada datar.

Romo terdiam, kemudian mengernyitkan dahi. Kemudian, dia meminum kopi yang ada di depannya. Kemudian, dia mempersilahkanku meminum kopi yang ada di depanku,

“Mari, nak, diminum dulu kopinya”

“Inggih, Romo” aku segera meminum kopi yang ada di depanku.

“Kalau kau ingin disiplin, maka tirulah bumi yang berotasi pada konstanta 1.670 kilometer per jam, atau menjadi cahaya merambat pada konstanta 300.000 kilometer per detik. Hanya saja kamu tidak menjadi avatar yang mampu terbang mengitari bum atau menjadi malaikat yang mampu berjalan dengan kecepatan cahaya. Kita hanya perlu menemukan ritme yang tepat untuk menemukan konstanta diri kita. Setelah bertemu dengan ritme tertentu, maka pertahankan. Cirinya sudah menemukan ritme kita adalah kita merasa enak dan nyaman. Dan bila kita sudah berada jalur yang nyaman, maka dalam setiap proses yang kita lakukan, maka akan diperoleh hasil atau progress yang nyata. Dan ingat dalam melatih kedisiplinan, berhentilah membandingkan diri dengan orang lain, karena membandingkan diri dengan orang lain, dalam fase ini akan membuat kita sombong atau rendah diri, dan bisa menurunkan kualitas kedisiplinan kita. Ingat, disiplin atau proses berkelanjutan, bukan sebuah hasil.” Kata-kata Romo ini mencerahkan pandanganku.

“Baiklah, Romo, terima kasih penjelasannnya” aku berterima kasih dengan mata menatap penuh dan senyum mengembang.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul empat sore. Kopi yang disajikan sudah hamper habis, dan tinggal ampasnya. Aku berpamitan kepada Romo. Romo melepasku dengan senang hati. Pembicaraan sore ini adalah pembicaraan yang cukup berat bagiku. Memahami kesadaran dan kedisiplinan. Namun, Romo menjelaskan dengan sangat jelas, sehingga aku yakin kelak aku bisa menerapkan dalam kehidupanku.

“Ingatlah, Nak, pengetahuan yang kau dapatkan, hanya tetap pengetahuan dalam pikiranmu, sampai kau menerapkannya dalam sebuah aksi nyata” pesan Romo kepadaku.

“Inggih, Romo, siap. Terima kasih” 

Aku segera menyalami Romo, dan segera pulang. Dalam hatiku, aku berjanji akan menerapkan apa yang dijelaskan Romo dalam sebuah tindakan nyata, yang bermanfaat bagi diriku dan sekitarku. Aku bertekad akan menjadi pribadi disiplin, dengan kesadaran untuk terus mencapai apa yang selam ini menjadi impian-impianku. Hari ini aku mendapat pemahaman baru, bahwa orang harus mempunyai kesadaran dalam proses mencapai apa yang dia impikan.